Senin, 19 September 2011

utak atik (maktabah syamilah)


(catatan ana buat guru idola yang mengajar di lebani kitab bulughul marom)

MAKAN DENGAN BERDIRI

Didalam suatu kajian Anntum menerangkan bahwa minum dengan berdiri adalah perbuatan yang haram, dan juga berpendapat bahwa makan dengan berdiri dinilai sesuatu yang lebih jelek dari pada perkara minum dengan berdiri., beliaunya menyebutkan dalil yang tertera didalam kitab riyadhussolihin, berikut cuplikannya :



وعن أنس - رضي الله عنه - ، عن النبيِّ - صلى الله عليه وسلم - : أنه نَهى أن يَشْرَبَ الرَّجُلُ قَائِماً . قَالَ قتادة : فَقُلْنَا لأَنَسٍ : فالأَكْلُ ؟ قَالَ : ذَلِكَ أَشَرُّ - أَوْ أخْبَثُ - رواه مسلم . وفي رواية لَهُ : أنَّ النبيَّ - صلى الله عليه وسلم - زَجَرَ عَن الشُّرْب قائِماً .
Antum juga menjabarkan pula akan beberapa perbedaan pendapat ulama’ mengenai minum dengan berdiri, cumun yang ingan saya sedikit bertanya ( adakah dalil yang menyatakan bahwa makan dengan berdiri merupakan sesuatu yang lebih jelek dari pada minum dengan berdir? } meski secara fikiran bisa dibenarkan, akan tetapi saya ingin ada pengutan dari tinjauan dalil sya’I buatnya.
Bila pertanyaan saya dijawab dengan hadits yang terkemuka diatas, maka saya munjul pertanyaan ( apakah lafadz didalam shohih muslim sama seperti itu ?)
Af wan, ana begini lantaran curiga, kecurigaan itu muncul ketika saya menjumpai hadits yang dibawa oleh abu ya’la didalam kitab beliau musnat abu ya’la dengan lafdz sebagai berikut :

حدثنا عبيد الله ، حدثنا خالد ، حدثنا سعيد ، عن قتادة ، عن أنس ، « أن رسول الله صلى الله عليه وسلم نهى عن الشرب قائما » ، قال : وسئل عن الأكل قائما - قال خالد : لا أدري من المسئول - قال : « ذاك شر - أو قال : ذاك أخبث »
Bila kita perhatikan hadits yang dikeluarkan oleh Imam Abu Ya’la seakan akan terasa ganjal dan muncul pertanyaaan siapakah sebenarnya yang menyatakan bahwa perkara makan dengan berdiri adalah pergara yang tidak lebih baik dari minum dengan berdiri ?.
Ternyata saya dapati didalam silsilah shohihah karya albani dijelaskan bahwa perkara itu adalah iddroj dari seorang perowi hadits, dan sepengetahuan saya bahwa hadits mudroj termasuk dari macam-macam hadits yang dhoif. Pada kesempatan yang lain didalam kitab shohih dan dhoif jami’us shogir tertulis segbagai berikut :

نهى عن الشرب قائما ( و الأكل قائما ) .
تخريج السيوطي
( الضياء ) عن أنس .
تحقيق الألباني
( صحيح ) انظر حديث رقم : 6887 في صحيح الجامع وما بين قوسين ضعيف عند الألباني انظر ضعيف الجامع رقم :
6043 .

Seakan akan muhaqqiq membenarkan larangan minum dengan berdiri dan tidak menyetujui bahwa makan dengan berdiri itu adalah larangang. Maka penasaran itu lebih meningkat kepada pertanyaan awaal (apakah lafdz shohih muslim sama sebagaimana yang ditulis oleh imam Nawawi semoga alloh member kita kasih sayang dan juga beliau.)
Dan lebih pengen merujuk lagi untuk memastikan apakah lafadz yang ada didalam shohih muslim sama dengan apa yang diletakkan oleh imam nawawi adalah hadits berikaut :

كُنَّا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَأْكُلُ وَنَحْنُ نَمْشِي
Hadits tersebut dikeluarkan oleh Imam ibnu Majah dari sahabat Ibnu Umar mudah-mudahan Alloh meridhoinya. Dan menurut penilaian Al-bani hadits itu shohih. Imam Ibnu Majah sendiri meletakkan hadits tersebut dibawah bab yang berbunyi ( Bab Makan dengan beridi ). Sempat saya tengok pula didalam kitab “ khosyiyatus sindi ala syarkhi ibni majah “ Cumana dicatatkan sebagai berikut :

قَوْله ( نَأْكُل وَنَحْنُ نَمْشِي إِلَخْ )
قَدْ جَاءَ النَّهْي عَنْ الشُّرْب قَائِمًا فَيُحْتَمَل أَنَّ النَّهْي لِلتَّنْزِيهِ وَعَمَلهمْ ذَلِكَ كَانَ وَقْت الْحَاجَة إِلَى ذَلِكَ
.

Seorang syarekh Cuman menerangkan sebagian hadits, karena kelanjutan hadits diatas adalah :

وَنَشْرَبُ وَنَحْنُ قِيَامٌ
Af wan, sengaja saya penggal lantaran meraih focus kepada permasalahan makan dengan berdiri.

Subhanalloh , setelah saya rujuk kepada kitaab shohih muslim ternyata tertulis sebagai berikut :

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى حَدَّثَنَا سَعِيدٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ نَهَى أَنْ يَشْرَبَ الرَّجُلُ قَائِمًا قَالَ قَتَادَةُ فَقُلْنَا فَالْأَكْلُ فَقَالَ ذَاكَ أَشَرُّ أَوْ أَخْبَثُ

Tapi masih pada lembaran kitab shohih muslim masih sebuah peletakan hadits yang semisal cuaman imam musllim jelaskan pula dengan tanpa perkataana qotadah, :

و حَدَّثَنَاه قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ قَالَا حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ هِشَامٍ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِهِ وَلَمْ يَذْكُرْ قَوْلَ قَتَادَةَ
Lalu apa maksud beliau dalam pesan terakirnya dalam bab ini ? ? ? ? ? dan hampir dari segenap ulama’ yang ana ketehaui bahwa mereka cuaman menjelaskan perkara minum dengan berdiri dengan tanpa menyinggung masalah makan dengan berdiri. Seakan akan beleh dikatakan bahwa perkara minum dengan berdiri sangat jelas akan adanya larangan, sedangkan makan dengan berdiri belum begitu namapak….., lalu berkah makan dengan berdiri lebih jelek dari pada minum dengan berdiri menurud nas ? dan saya tidak membahas ini dengan mengedepankan logika.

Mengapa saya sedikit kritis dalam hal ini ? karena faham yang saya terima adalah ulama’ sangat tegas dalam menjelaskan minum dengan berdiri , ada yang nyatakan larang itu untuk suatu yang harom, dan ada pula yang nyatakan tak sampai pada derajad haram, yang mana kedua belah pihak mempunyuai beberapa alasasan. Akan tetapi secara praktik mereka lebih menganggap sinis anak anak mereka yang makan dengan berdiri, dan merasa biasa dalam keseharian minum dengan berdiri. Bila mereka ditanya {mengapa anda melarang orang yang sedang makan dengan berdiri, padahal anda minum dengan beridiri ?) maka mereka menjawab : (bukankah makan itu lebih jelek dari pada minum apa bila dilakukan dengan berdiri sebagaimana yang disebutkan doleh qotadah, sedangkan perkara minum dengan berdiri pun masih didalam hilaf ulama’ , buktinya hadits2 kuat seperti shohih bukhori menyatakan bahwa nabi Muhammad pun pernah minum sambil berdiri. Yang pada nyartanya juga ada yang berpendapat bahwa larangan itu littanziiih.)
Padahal bila kita tengok apa yang disampaikan oleh ibnu hazem didalam kitabnya al – muhalla meski beliau dikenal sebagai fiqhu dhohir. Dan foksu kita kepada pembahasana makan dengan berdiri. Berikut kitipan dari kitab al-muhaal karya imam ibnu hazam. ;

* 1107 - مسألة – (ولا يحل الشرب قائما) وأما الاكل قائما فمباح لما روينا من طريق مسلم بن الحجاج نا هداب بن خالد.وقتيبة.وأبو بكر بن أبى شيبة.ومحمد بن المثنى قال هداب: نا همام بن يحيى، وقال محمد بن المثنى: نا عبد الاعلى نا سعيد بن أبى عروبة،
وقال قتيبة. وابن أبى شيبة: نا وكيع عن هشام الدستوائى، ثم اتفق همام، وهشام.
وسعيد كلهم عن قتادة عن أنس (أن النبي صلى الله عليه وسلم نهى عن الشرب قائم ، ولفظ هداب (زجر عن الشرب قائما)، * وصح أيضا من طريق أبى سعيد الخدرى عن النبي صلى الله عليه وسلم (8) وهو قول أنس. وأبى هريرة، وذكر لابن عمر قول أبى هريرة فقال: لم أسمع،
(فان قيل): قد صح عن على. وابن عباس عن النبي صلى الله عليه وسلم شرب قائما
قلنا: نعم والاصل إباحة الشرب على كل حال من قيام وقعود. واتكاء. واضطجاع فلما صح نهى النبي صلى الله عليه وسلم عن الشرب قائما كان ذلك بلا شك ناسخا للاباحة المتقدمة ومحال مقطوع أن يعود المنسوخ ناسخا ثم لا يبين النبي صلى الله عليه وسلم ذلك إذا كنالا ندري ما يجب علينا ممالا يجب وكان يكون الدين غير موثوق به ومعاذ الله من هذا * وأقل ما في هذا على أصول المخالفين أن لا يترك اليقين للظنون وهم على يقين من نسخ الاباحة السالفة ولم يأت في الاكل نهى إلا عن أنس من قوله.

Ternyata imam ibnu hazam lebih cenderung menganggap perkara minum dengan berdiri itu sampai pada derajad keharaman dan sebaliknya menganggap mubah makan dengan berdiri karena tidak ada larangan yang sampai kepada Nabi sas. Dalam hal perihal makan dengan berdiri.

Subhanalloh, demikianlah pendapat belilau, cuman kurang mendekat kepada kebenaran bila benar didapati fatwa seorang sahabat nabi tiada nilainya.
Mungkin boleh ana berpendapat bahwa minum dengan berdiri hukumnya jatuh kepada tingkat keharaman, dan disana juga ada beberapa ruhshoh atau pembolehan ketika ada keperluan sebagaimana yang difatwakan para ulama’. Dan adapun perihal makan dengan berdiri belum bisa dinyatakan lebih buruk dari pada minum dengan berdiri. Karena disamping tak ada larangan itu dating melarangnya, juga kita tak mengetahui dari mana shohabat anas (bila benar yang berkata adalah sahabat anas) berfatwa demikian. Andai beliau mendapatkah perkataan itu dari nabi Muhammad sas. Pastinya beliau menjelaskan akan hal itu. Artinya tak sampai pada derajad keharaman yang nyata sehingga padanya ada ancaman siksa. Boleh dikatakan makruh yang tak pantas dikerjakan oleh seorang muslim.

Bila makan dengan berdiri dinyatakan makruh yang tak patut diamalkan muslimin, maka bagaimana dengan minum dengan berdiri yang jelas tegas ada ancaman dalam pelarangannya??!!!!

Bila ada yang menyodorkan hadits tentang nabi pernah minum dengan berdiri, maka telah dijawab oleh ibnu hazam pada konteks diatas, silahkan dibaca ulang.
Untuk masalah minum dengan berdiri dalam pembicaraan hokum pastinya, saya sempetkan menengok fatwa syekh ibnu Bazz , yang tertulis sebagai berikut :

س: هل فيه بأس في الوضوء قائما والشرب قائما والبول قائما؟
ج: الحمد لله وحده والصلاة والسلام على رسوله وآله وصحبه .. وبعد:
يتوضأ المسلم حسبما يتيسر له قاعدا أو قائما وله أن يشرب قائما وقاعدا والأفضل أن يشرب قاعدا وهكذا له البول قائما إذا دعت الحاجة إليه ولم ير عورته أحد ولم يخش من عود رشاش البول عليه، والبول جالس أفضل؛ لأنه هو الغالب من فعل النبي صلى الله عليه وسلم.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.
اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء

Bahkan beliau cuman memberikan saran untuk yang lebih afdhol supaya minum dengan duduk. Didalam suatu artikel arab di internet saya dapati beliau berpesan yang bila diterjemahkan : “ dan didalam perselisihan ulama’ mengenai hal ini adalah dengan tanggapan yang wasi’ (lapang dada) “ artinya kita ketahui dalam menanggapi perbedaan ulama’ yang begitu sangatnya harus dengan longgar dan lapang. Tak pantas seorang muslim memaksa seaudaranya yang lain untuk pergi berfaham sebagaimana ia faham.
Mungin saran dari saya sebagai berikut :

الخروج من الاختلاف مستحب
“Keluar dari perselisihan itu dicintain”. Tentu tak ada ulama’ yang menentak siapa saja yang mengamalakan ini dalam permasalahnan seperti ini.
He he he………af wan. Demikian uneg-uneg ana………jazakumulloh khoiron atas perhatiannya untuk curhatan ana . wollohu ta’ala a’lam bishowab. Sekali lagi saya minta maaf nya ya ustadz…………….. mungkin perilaku ini kutang pantas apa gimana, intinya saya mempunyai uneg-uneg seperti itu……dan setelah saya sampaikan, sekarang saya longgar. Maaf ya ustadz…….

Tidak ada komentar: